Bukittinggi,lensasumbar.com – Tinggal menghitung hari Masa kampanye calon legislatif serta kampanye pemilihan presiden dan wakil presiden pada pemilu tahun 2024, dirasa cukup mengkhawatirkan dan merusak tatanan proses demokrasi di kota Bukittinggi.

Hal ini berakibat adanya instrumen bantuan sosial dan bantuan BAZNAS dari pemerintah, yang dimanfaatkan oleh oknum caleg-caleg dari partai tertentu.

Fenomena ini menjadi catatan penting bagi Asi Nanda Viona, Caleg DPRD kota Bukittinggi dari Partai Ummat Dapil 3, Kecamatan Guguak Panjang, saat diwawancara lensasumbar.com di salah satu restoran kota Bukittinggi pada Selasa, (30/01).

Menurutnya, gerakan kampanye yang tujuan awal untuk menjemput gagasan, memberikan edukasi atau pemahaman serta sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya peran wakil rakyat di DPRD, menjadi rusak akibat ‘alat kampanye’ tersebut.

Apalagi ketika saat pendistribusian dana Bansos atau bantuan dari BAZNAS yang disertakan dengan ajakan untuk memilih salah satu caleg dari partai tertentu.  Termasuk membuat pernyataan ancaman kepada masyarakat, tidak bisa mendapat bantuan kembali jika tidak memilih caleg dari partai tertentu.

“Saya pernah ditanya oleh masyarakat, ketika saya kampanye ke rumah-rumah. Mereka tanya, Ibu datang kesini bawa apa, beras atau apa, gitu. Ini-kan sangat miris kita mendengarnya,” ucap Nanda, panggilan Asi Nanda Viona.

Seolah-olah, lanjut Nanda, tanpa ada kompensasi, kehadiran kita itu tidak berguna di mata masyarakat. Pemahaman yang menyesatkan seperti ini yang harus kita rubah.

Hal ini berdampak terhadap caleg-caleg dari partai lain yang ingin melakukan sosialisasi atau memperkenalkan diri kepada masyarakat yang tanpa menggunakan instrumen tersebut sebagai alat kampanye.

“Informasi itu banyak yang masuk ke Nanda, tapi masyarakat tidak ada yang mau membuat laporan, itu yang kita sesalkan. Padahal itu terang-terangan, pelanggaran, kecurangan tapi seolah dibiarkan,” pungkasnya.

“Apalagi pendistribusiannya yang di salah artikan. Belum lagi pendistribusian bansos yang tidak tepat sasaran kepada masyarakat yang tidak berhak,” ungkapnya.

Bagi Nanda, dana bansos pada pemilu yang digunakan untuk mobilisasi pemilih dan peningkatan citra oknum caleg-caleg tertentu, secara tidak langsung mengajarkan masyarakat untuk mempertahankan budaya korupsi.

“Sebenarnya, ini bentuk kerugian bagi negara kita yang menyia-nyiakan uang sebagai ‘alat kampanye’ dan melanjutkan keadaan warga tetap miskin dan timpang,” kata Nanda.

Padahal kita, negara Indonesia punya tantangan besar dalam mengurangi kemiskinan dan ketimpangan melalui kebijakan bantuan sosial (bansos).

Sehingga, akibat hal itu bisa mengubah perilaku masyarakat secara langsung atau tidak langsung untuk menentukan sikap atau pilihan terhadap caleg-caleg yang patut dan layak menjadi wakil rakyat.

“Tetapi saat kampanye-pun saya bilang kepada masyarakat, ibu-ibu atau bapak tidak harus memilih saya. Ibu-ibu dan bapak silahkan pilih yang sesuai dengan hati nurani, hanya saja Nanda berpesan jangan sampai salah pilih wakil rakyat,” katanya.

“Mudah mudahan dengan niat baik kita sebagai caleg partai ummat, bisa merubah situasi yang rusak. Ya, tidak bisa dibiarkan dan harus dibasmi hal-hal yang zalim seperti ini,” tegasnya. (*)

Ikuti kami juga dihalaman Google News

Bagikan: