Bukittinggi, lensasumbar.com – Presidium Majelis Daerah Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Kota Bukittinggi, Heri Tito Rinaldi, SH, M.Kn, menilai sudah terlalu sering terjadi pelanggaran etika dan fatsun/sopan satun pada instansi dan atau lembaga pemerintahan yang berdampak buruk dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Sebenarnya masif pelanggaran etika dan fatsun/sopan ini di tingkat nasional, tingkat kabupaten/kota bahkan hingga ke pedesaan. Dan itu mengkhawatirkan, tidak hanya di lembaga pemerintahan saja, bahkan pelanggaran etika bahkan sudah masuk ke dalam lembaga profesi lain.
Saat diwawancara lensasumbar.com disalah satu cafe di kota Bukittinggi, pada Selasa, (13/02), Presidium Majelis Daerah KAHMI Kota Bukittinggi, Heri Tito Rinaldi menambahkan Jika hal ini berlangsung terus menerus lanjut, akan berakibat buruk dalam kehidupan sosial masyarakat. Itu yang harus kita hindari.
“Apa lagi di masa kampanye pemilu tahun 2024, pelanggaran etika dan fatsun/sopan tampak jelas-jelas mengkhawatirkan, termasuk di Bukittinggi,” ucapnya.
Untuk itu, Heri Tito Rinaldi menghimbau terutama kepada para kader HMI yang masih berdinamika di lintas partai, agar kembali kepada khitoh HMI, kembali kepada visi HMI yang berlandaskan Al-Qur’an yakni, Inna Sholati Wanusuki Wamahyaya Wamamati Lillahi Robbil Alamin artinya Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya untuk Allah Tuhan Semesta alam.
Menurutnya, etika dan fatsun jangan hanya dijadikan ‘lips service’ semata, tapi benar benar di implementasikan dalam lembaga dan kehidupan berbangsa dan bernegara.
Bagi para kader HMI, Tito menjelaskan, agar kader HMI kembali ke jati dirinya yang berlandaskan Inna Sholati Wanusuki Wamahyaya Wamamati Lillahi Robbil Alamin.
“Sebenarnya himbauan ini adalah himbauan yang sudah berulang-ulang sejak zaman orla dan orba, agar masyarakat kita selalu saling menghargai satu sama lain,” kata Presidium Majelis Daerah KAHMI Kota Bukittinggi.
“Intinya, Pemimpin yang harus lebih dahulu menunjukkan etika itu kepada masyarakat. Jangan jadikan pemilu tahun 2024 sebagai pemicu perpecahan diantara kita, tetapi jadikan perbedaan itu sebagai suatu yang bernilai, berpotensi untuk dijadikan semangat membangun negeri yang beretika dan sopan santun,” ujarnya. (*)