Lesasumber.com, Komite Pejuang Pertanian Rakyat (KPPR) memastikan Senin tanggal 2 September 2024 masyarakat Riau akan kembali melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Negara dan Gedung Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia di Jakarta.

Aksi Jalan Kaki ini dilakukan karena masyarakat tidak bisa menggantungkan harapan kepada para birokrat (Perencana dan Pengambil Keputusan) di bidang kehutanan, karena mereka tidak mampu mengurangi ketimpangan kepemilikan dan penguasaan tanah serta mengurangi sengketa pertanahan sepertinya janji reforma agraria pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Muhamad Ridwan Ketua KPPR mengatakan, Kementerian LHK RI yang seharusnya di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo terlibat penuh dalam pengaturan sumber daya alam berpihak dan melindungi kepentingan rakyat, menerima pendapat mayoritas rakyat untuk memberikan sebesar-besarnya kemakmuran pada rakyat, sebaliknya malah mengorganisir dan memaksa masyarakat untuk bersetuju dengan PT RPI. Selain itu, pemerintah juga memaksakan solusi yang tidak populis yaitu pola kemitraan.

Lebih lanjut, terang Ridwan menegaskan bahwa ‘’Kebijakan Kehutanan’’ tidak bisa lagi di serah kan mentah – mentah oleh Rakyat kepada birokrasi, karena Negara terbukti mengkhianati rakyatnya sendiri, dan pada dasarnya konflik agraria yang terjadi saat ini disebabkan karena kebijakan pemerintah yang begitu liberal. Pemerintah salah urus. Pengelolaan sektor agraria justru menghilangkan hak mayoritas rakyat terhadap akses tanahnya dan mengorbankan masa depan rakyat. Akibatnya, pemerintah seperti pembeo “mulut pengusaha”.

Memobilisasi masyarakat bergerak ke Jakarta terpaksa kami lakukan karena masyarakat yang berkonflik dengan PT. Rimba Peranap Indah (RPI) saat ini di tempatkan pada posisi paling lemah dalam upaya mempertahankan tanah dan hak-haknya atas sumber daya alam, hal ini disebabkan oleh penerapan hukum hanya melihat aspek secara legal formal hak atas penguasaan dan kepemilikan tanah, karena secara umum pertanahan di Indonesia khsusunya dibidang kehutanan masih menghidupkan asas domein verklering (bahkan plus), yakni, sebidang tanah yang tidak dapat dibuktikan hak kepemilikannya adalah tanah negara.

Dan hingga saat ini pula pengelolaan tanah kebun kelapa sawit masyarakat yang berkonflik dengan PT Rimba Peranap Indah (RPI) di dalam kawasan hutan (yang ditetapkan sepihak oleh pemerintah) tidak mendapat pengakuan dan perlindungan akan hak-haknya karena berada dalam kawasan hutan.

Jika perusahaan telah mendapatkan izin usaha seperti PT. Rimba Peranap Indah (RPI) maka mereka dapat menguasai dan mengolah tanah. Fasilitas ini diterapkan dengan skema yang tidak adil dan secara langsung merampas tanah rakyat dan hutan Indonesia. Dengan keadaan seperti ini, pembangunan dan perluasan perkebunan kayu akan secara langsung menyeret rakyat pada berbagai masalah agrarian. Salah satunya adalah konflik penguasaan tanah.

Perwakilan petani dari Kabupaten Indragiri Hulu ini bertekad untuk bagaimana pun caranya supaya bisa Presiden Joko Widodo membantu memberikan jalan penyelesaian berkonflik tanah yang mereka hadapi dengan PT. Rimba Peranap Indah (RPI).

Kebijakan reforma agraria sebagaimana arahan Presiden dalam Visi Nawacita dan Visi Indonesia Maju tidak tidak dirasakan manfaatnya oleh kami masyarakat Inhu yang berkonflik dengan PT RPI karena saat ini Kementerian LHK RI telah menjelma menjadi gurita raksasa yang bebal sehingga dalam kebijakan pemerintah tidak lain sekedar menjadi alat legitimasi penguasa atas apa yang mesti di kerjakan namun bukan jawaban atas masalah-masalah yang dihadapi masyarakat/rakyatnya.

Muhamad Ridwan meminta Presiden Joko Widodo untuk tidak tinggal diam terkait SK Nomor 723/MENLHK/SETJEN/HPL.0/9/2021 tentang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman seluas ±11.620 На PT. Rimba Peranap Indah (RPI) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) Riau. Konflik agraria yang disulut oleh pemerintah harus diselesaikan oleh pemerintah itu sendiri bukannya bersikap netral, apalagi melindungi dan bersiasat demi kepentingan segelintir pemilik modal. Oleh karena itu kata Muhammad Ridwan kami menekan dan menitikberatkan bahwa; “Presiden Joko Widodo ” adalah orang yang paling harus bertanggung jawab untuk mengingatkan Menteri LHK RI Siti Nurbaya Bakar agar menghormati dan melindungi hak-hak masyarakat di Kecamatan Lubuk Batu Jaya, Kelayang dan Peranap yang saat ini berkonflik dengan PT Rimba Peranap Indah (RPI).

Ikuti kami juga dihalaman Google News

Bagikan: