
Berawal dari hasil Konferensi Pers Kasat Reskrim Polresta Bukittinggi, AKP. Idris Bakara yang juga dihadiri Kapolresta Bukittinggi pada Selasa, 11 Maret 2025, mengungkap berbagai tangkapan dugaan tindak pidana umum selama bulan Januari hingga Februari 2025.
Salah satu kasus yang jadi misteri bagi masyarakat adalah tentang pemilik industri kecil yang seorang diri melakukan operasi penyalahgunaan LPG (Liquified Petroleum Gas) bersubsidi selama 5 tahun di kota Bukittinggi.
Modus operandi yang dilakukan oleh Tersangka SB (28) adalah memindahkan atau mengoplos isi tabung gas 3 kg bersubsidi ke tabung 12 kg non subsidi. Polisi mengamankan barang bukti berupa 55 tabung gas 3 kg, 12 tabung 5,5 kg, 85 tabung 12 kg serta 1 unit mobil box pengangkut gas.
“Ini berlangsung dari tahun 2020 sampai 2025. Tujuannya untuk mencari keuntungan yang diperoleh dari harga subsidi ke harga non-subsidi. Pengakuan pelaku, 1 tabung gas 12 kg diisi dengan 4 tabung gas 3 kg,” jelas Kasat Reskrim AKP. Idris Bakara.
Untuk itu redaksi lensasumbar.com akan mengulas secara gamblang tentang tabir misteri penyalahgunaan LPG bersubsidi di Bukittinggi ini dengan mengambil ‘benang merah’ atas kajian praktisi hukum Tri Jata Ayu Pramesti, SH (yang pernah dilansir dari website klinik hukumonline.com).

Kriteria Industri Kecil dan Menengah
Apa usaha mikro itu? Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria usaha mikro. Lebih lanjut, kriteria usaha mikro ditentukan berdasarkan modal usaha atau hasil penjualan tahunan.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian (UU Perindustrian), industri adalah seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang mengolah bahan baku dan/atau memanfaatkan sumber daya industri sehingga menghasilkan barang yang mempunyai nilai tambah atau manfaat lebih tinggi, termasuk jasa industri.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah; menjelaskan bahwa Industri kecil adalah industri yang mempekerjakan paling banyak 19 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi kurang dari Rp. 1 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
Industri menengah adalah industri yang: mempekerjakan paling banyak 19 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi paling sedikit Rp 1 miliar; atau mempekerjakan paling sedikit 20 orang tenaga kerja dan memiliki nilai investasi paling banyak Rp. 15 miliar.
Mengenal Ketentuan LPG
LPG tabung 3 kilogram (LPG 3 kg) adalah LPG yang diisikan ke dalam tabung dengan berat isi 3 kg. Kemudian, LPG 3 kg termasuk dalam golongan “LPG tertentu”, yaitu LPG 3 kg yang merupakan bahan bakar yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu seperti pengguna, penggunaannya, kemasannya, volume dan/atau harganya yang diberikan subsidi.
Adapun wilayah distribusi LPG tertentu adalah kabupaten/kota dilaksanakannya penugasan penyediaan dan pendistribusian LPG tertentu yang diberikan kepada Badan Usaha pemegang lzin Usaha Niaga LPG.
Kemudian, pengguna LPG 3 kg itu hanya dikhususkan bagi konsumen rumah tangga dan usaha mikro. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Perpres 104/2007 yang berbunyi: Penyediaan dan pendistribusian LPG Tabung 3 Kg hanya diperuntukkan bagi rumah tangga dan usaha mikro.
Terkait sasaran pengguna LPG 3 kg untuk konsumen rumah tangga dan usaha mikro, dijelaskan bahwa pengawasan atas pelaksanaan distribusi LPG 3 kg juga sudah diatur dalam Permen ESDM 26/2009 yang saat ini diperbaharui oleh Permen ESDM 28/2021.
Dalam perkembangannya, pemerintah telah membentuk Tim Pengawasan Penyediaan dan Pendistribusian Elpiji 3 kg sebagaimana dalam ketentuan Pasal 33 Permen ESDM 28/2021 sebagai berikut: Pemerintah Daerah melaksanakan pembinaan dan pengawasan atas harga eceran tertinggi LPG Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24A.
Sanksi Penyalahgunaan LPG Subsidi
Kami asumsikan bahwa LPG (Liquified Petroleum Gas) dalam kemasan tabung LPG 3 kg merupakan bahan bakar gas yang disubsidi adalah LPG yang diisikan ke dalam tabung dengan berat isi 3 kg yang merupakan bahan bakar yang mempunyai kekhususan karena kondisi tertentu seperti pengguna, penggunaannya, kemasannya, volume dan/atau harganya yang diberikan subsidi. Pengguna LPG yang disubsidi tersebut adalah konsumen kelompok rumah tangga, kelompok usaha mikro, kelompok nelayan sasaran dan kelompok petani sasaran.
Mengenai sanksi penyalahgunaan LPG 3 kg, terdapat dalam Pasal 13 ayat (2) Peraturan Presiden Nomor 104 Tahun 2007 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Penetapan Harga Liquefied Petroleum Gas Tabung 3 Kilogram (Perpres 104/2007) diatur bahwa badan usaha dan masyarakat dilarang melakukan penimbunan dan/atau penyimpanan serta penggunaan LPG tabung 3 kg untuk rumah tangga dan usaha mikro yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Badan usaha dan masyarakat yang melakukan pelanggaran atas ketentuan tersebut dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sanksi tersebut berkaitan dengan Pasal 40 angka 9 UU Cipta Kerja yang mengubah Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Minyak dan Gas Bumi) yang berbunyi:
Setiap orang yang menyalahgunakan Pengangkutan dan/atau Niaga Bahan Bakar Minyak, Bahan Bakar Gas, dan/atau liquefied petroleum gas yang disubsidi Pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi Rp. 60.000.000.000,00 (enam puluh miliar rupiah).
Yang dimaksud dengan menyalahgunakan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan perseorangan atau badan usaha dengan cara yang merugikan kepentingan masyarakat banyak dan negara termasuk di antaranya penyimpangan alokasi.
Sehingga, bagi badan usaha dan masyarakat yang menyalahgunakan LPG 3 kg bersubsidi dapat dijerat dengan ketentuan pidana di atas apabila unsur-unsur tindak pidana dalam pasal tersebut terpenuhi.
Artinya, berdasarkan keterangan Praktisi Hukum tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa sangat naif jika dugaan tindak pidana penyalahgunaan/oplosan LPG bersubsidi yang dilakukan sendirian oleh tersangka SB. Padahal dirinya memiliki izin usaha niaga Pangkalan LPG 3 kg yang tentunya memiliki sejumlah tenaga kerja. Maka, disinilah letak misterinya kegiatan SB Tersangka pengolosan gas 3 kg yang beroperasi selama kurun waktu 5 tahun, tanpa ada campur tangan orang/pihak lain?
Sementara itu, masih dalam acara konferensi pers kemarin, Kapolresta Bukittinggi, Kombes Pol. Yessy Kurniati juga menyebutkan bahwa dari keterangan pelaku, gas oplosan tersebut disebar ke beberapa kedai di kota Bukittinggi dan wilayah Agam timur. (redaksi)