Foto : Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H.

Mengenang Perjuangan Tan Malaka, Melahirkan Pemuda Millenial Pejuang di 100 Tahun Republik

Oleh: Dr (cand). Riyan Permana Putra
(Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bukittinggi), Ketua Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, dan juga merupakan Penasehat Hukum Tim Pengembalian Kembali Bank Nasional 1930)

Revolusi berhenti dihari Minggu ucap Prof. Emil Salim. Dihari Minggu, akhir pekan setelah perjalanan penulis di sela-sela tugas penulis sebagai Penasehat Hukum Tim Pengembalian Bank Nasional 1930 di Nagari Guguak, 20 Km dari Nagari kelahiran Tan Malaka.

Bank Nasional adalah bank swasta tertua di Indonesia. Berpusat di Bukittinggi. Bank Nasional adalah bank yang membantu dana Republik untuk berjuang menuju era kemerdekaan. Di mana ada peran Bung Hatta dalam perancangan AD/ARTnya. Insya Allah Bank ini akan hidup kembali karna masih ada hak-hak pemegang saham lama yang harus dikembalikan ditambah dengan pesan tertulis Jendral Dahlan Djambek yang mengamanahkan pemerintah Republik Indonesia untuk membantu menghidupkan Bank Pejuang ini kembali.

Ada beberapa catatan yang dapat kita bahas kembali tentang pemindahan makan Tan Malaka ke kampungnya Nagari Pandam Gadang, Kecamatan Gunuang Omeh, Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatera Barat. Tan Malaka telah mendapat gelar Pahlawan Nasional. Melalui Keputusan Presiden RI Nomor 53 yang ditandatangani Presiden Soekarno pada 28 Maret 1963, Tan Malaka mendapat gelar Pahlawan Nasional.

Apalagi 19 tahun lagi Indonesia akan memasuki 100 tahun Indonesia emas. Pemuda memiliki peran besar dalam mewujudkan 100 tahun Indonesia emas. usia 100 tahun indonesia Merdeka, kita akan mengalami pertumbuhan seperti Jepang. Kita akan menjadi negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia dengan catatan, kita memiliki semangat seperti pemuda-pemuda di tahun 1928. Bahkan pada tahun 1925 Tan Malakalah yang pertama kali berpikir untuk Indonesia merdeka.

Ditambah lagi pada 10 tahun mendatang, Indonesia bakal menghadapi bonus demografi. Kendati disebut bonus, namun bila tidak dikelola dengan baik, yang terjadi justru kerugian, negara bakal buntung. Bonus demografi Indonesia diperkirakan terjadi pada tahun 2030 mendatang. Menurut Bappenas, pada tahun tersebut jumlah usia pemuda yang produktif bisa mencapai 64% dari total jumlah penduduk sekitar 297 juta jiwa.

Pemuda Indonesia saat ini telah memiliki seluruh persyaratan untuk berhasil, mulai dari infrastruktur yang lebih lengkap, kecanggihan teknologi, hingga semakin banyak pemuda yang mengenyam pendidikan tinggi. Namun, untuk dapat membawa Indonesia ke arah yang lebih baik dan menciptakan masyarakat yang lebih sejahtera, para pemuda harus memiliki karakter yang kuat serta pikiran dan jiwa yang besar, diantaranya bisa dengan menyelami pemikiran Bapak Pendiri Bangsa Tan Malaka, sebagaimana julukan “Bapak Republik Indonesia” yang diberikan Mr. Mohammad Yamin kepadanya.

Tan Malaka adalah tokoh yang menjadi penggagas akan wujud dan bentuk dari negara Republik Indonesia melalui pikiran dan tulisanya. Semua gagasan, pikiran dan cita-cita terbentuknya negara Republik Indonesia dari Tan Malaka sendiri dituangkanya dalam 2 buah buku yang berjudul Naar De Republiek Indonesia (1925) dan Massa Actie (1926) yang keduanya ditulis ketika dirinya berada di pengasingan luar negeri.

Heru Joni Putra bahkan membahas lebih dalam tentang Tan Malaka ini dalam Buku Suara yang Lebih Keras: Catatan dari Makam Tan Malaka. Buku Suara yang Lebih Keras: Catatan dari Makam Tan Malaka setebal 106 halaman dan diterbitkan Footnote Press ini, bersumber dari Tesis S-2 yang berhasil dipertahankan Heru Joni Putra di Universitas Indonesia.

Selama Orde Baru berkuasa, memori negara tersebut telah tertanam dengan kuat, bercokol di banyak kepala warga negara Indonesia bahkan sampai hari ini. Namun, tak lama setelah Suharto Terjungkal, mulai muncul upaya untuk membangun memori lain mengenai Tan Malaka, salah satunya berasal dari keluarga Tan Malaka serta masyarakat Payakumbuh dan Kabupaten 50 Kota—tanah kelahiran Tan Malaka. Masyarakat ternyata memiliki memori berbeda soal Tan Malaka, yaitu Tan Malaka sebagai pemimpin adat dalam kaumnya.

Tan Malaka sendiri merupakan seorang raja di kampung halaman, Rajo Adat Keselarasan Bungo Satangkai Suliki Luak 50 Kota, membawahi 142 niniak mamak/penghulu/kepala kaum di wilayah 3 Nagari, yakni Suliki, Kurai, Pandam Gadang. Dari 2 kecamatan yakni Suliki dan Gunung Omeh di Kabupaten Limapuluh Kota. Tan Malaka juga telah menyumbangkan tanah dan telah membangun masjid yang jaraknya tak jauh dari rumahnya.

Ingatlah bahwa dari dalam kubur suara saya akan lebih keras dari pada di atas bumi ujar Tan Malaka kepada polisi rahasia Belanda, Viesbeen, saat dinterogasi di kantor polisi Hongkong, bulan Desember 1932. Benar, nama Tan Malaka kembali bergema, setidaknya di gelanggang Sumatra Barat. Itu sudah cukup membuktikan apa yang diucapkan Tan Malaka 88 tahun silam, bahwa ia tetap menjadi bahan perbincangan meski sudah tiada.

Wali Nagari Pandam Gadang Khairul Apit menyatakan proses pemindahan makam Tan Malak pada tahun 2017 sangat penting untuk meluruskan sejarah tentang Tan Malaka yang selama ini dikaburkan.

Sebagaimana dilansir dari BBC Indonesia, Wali Nagari ini menyebut ada beberapa pihak yang sengaja memplesetkan perjuangan-perjuangan Tan Malaka, dan mengaitkan beliau dengan golongan kiri atau komunis. Tan Malaka itu tidak seperti yang dibayangkan orang.

Menurut observasi akademis dan yuridis Perkumpulan Pengacara dan Konsultan Hukum Indonesia (PPKHI) Kota Bukittinggi, memang benar karna pada 1926 Tan Malaka menentang pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan disalahkan oleh pendukungnya atas kegagalan pemberontakan.

Mengenali sosok dan pemikiran Tan Malaka lebih jauh itu lebih penting, sebab masih relevan dengan kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini.

Ada banyak caranya. Mulailah dengan membaca buku-bukunya serta biografi lengkapnya yang ditulis Harry A Poeze, untuk memasuki labirin pemikirannya. Buku karangan Tan Malaka misalnya Madilog, Dari Penjara ke Penjara, Aksi Massa, Merdeka 100 Persen, Gerpolek, Naar der Republiek Indonesia, dan banyak lainnya.

Dengan membaca buku-bukunya dan referensi lain dari Tan Malaka, kita akan paham kehidupan dan kebesaran Tan Malaka si Bapak Republik.

Berikut diantaranya ada kutipan dari beberapa tulisan Tan Malaka yang dapat kita jadikan pedoman menjadi pemuda millenial pejuang, seperti dalam Buku Islam dalam Tinjauan Madilog: Materialisme Dialektika Logika, Tan Malaka berpesan, cuma manusia pengecut atau curang yang tiada ingin melakukan pekerjaan yang berat, tetapi bermanfaat buat masyarakat sekarang dan dihari kemudian itu. Dan dalam Buku Dari Penjara Ke Penjara, Tan Malaka juga berpesan bahwa barang siapa yang menghendaki kemerdekaan buat umum, maka ia harus sedia dan ikhlas untuk menderita kehilangan kemerdekaan diri-(nya) sendiri.

Serta terakhir Tan Malaka berpesan agar Indonesia maju dapat diraih pemuda millenial pejuang harus melebur dengan rakyat. Sebagaimana pesannya dalam Buku master piecenya Madilog, ia berpesan Bila kaum muda yang telah belajar di sekolah dan menganggap dirinya terlalu tinggi dan pintar untuk melebur dengan masyarakat yang bekerja dengan cangkul dan hanya memiliki cita-cita yang sederhana, maka lebih baik pendidikan itu tidak diberikan sama sekali.

Jadi, untuk melahirkan pemuda pejuang di 100 tahun usia emas Indonesia pemuda-pemudi Indonesia harus memiliki visi yang jernih, bukan lagi berpikir mau jadi apa, tapi menciptakan apa sampai 20 tahun ke depan. Memiliki daya tahan yang kuat, menjadi agen perubahan, agent of development dan agent of modernization, open minded itu penting sekali. Selain itu, dibutuhkan pula pemuda yang rela mengorbankan kenikmatan demi kepentingan yang jauh lebih luas. (*)

Ikuti kami juga dihalaman Google News

Bagikan: