Bukittinggi – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Republik Indonesia menyampaikan berdasarkan rilis dari Badan Meteorologi Dunia bahwa telah terjadi pemanasan global atau kenaikan suhu akibat perubahan iklim sejak tahun 2023. Hal itu menjadi peningkatan suhu terpanas sepanjang pengamatan sejarah meteorologi di dunia.
Perubahan iklim ini mengakibatkan peningkatan suhu hingga 1,45 derajat Celsius yang juga terjadi di Indonesia. Sehingga suhu Indonesia juga semakin meningkat di setiap harinya.
Hal ini disampaikan oleh Marzuki, M.Si, Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, pada saat Video Conference dalam Sosialisasi Ekspos Aksi Iklim untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim yang berlangsung di Aula lantai 3, Universitas Fort de Kock Bukittinggi bekerjasama dengan Stasiun GAW Bukit Koto Tabang, pada Selasa, (08/10).
Hadir dalam kegiatan tersebut diantaranya, Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Padang Panjang (Kordinator BMKG Sumatera Barat), Dr. Suaidi Ahadi, Kepala Stasiun GAW Bukit Koto Tabang, Palupuah, Dr. Sugeng Nugroho, M. Si, bersama jajaran.
Selain itu hadir juga, Rektor Universitas Fort de Kock (UFDK) Bukittinggi, Dr. Ns. Hj. Evi Hasnita, SPd. MKes, Wakil Rektor II, Dr. Nurhayati, SST, M.Boimed, MKM, Wakil Rektor III, Allans Prima Aulia, S.Kom, M.Kom dan civitas akademika Universitas Fort de Kock Bukittinggi.
Menurut Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG, Marzuki, bahwa suhu dunia saat ini sudah mendekati batas yang disepakati bersama dalam Perjanjian Paris COP21 pada 12 Desember 2015.
Untuk itu, lanjut Marzuki, ini menjadi hal yang serius untuk diketahui masyarakat terutama generasi muda dan civitas akademika Universitas Fort de Kock Bukittinggi untuk melakukan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
“Perubahan iklim tersebut akan semakin terasa dampak negatifnya dalam 10 sampai 20 tahun kedepan. Termasuk dampak perubahan cuaca ekstrim ini juga bisa mengakibatkan bencana,” katanya.
Untuk itu penting menjaga ketahanan air. Jika ketahanan air melemah maka akan berdampak serius pada banyak hal, di antaranya ketahanan pangan dan ketahanan energi di Indonesia.
Tambah Marzuki, pentingnya peranan generasi muda untuk mengetahui dan memahami literasi, informasi dan status perubahan iklim agar bisa melakukan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi.
Menurut Ketua Pelaksana KKN Mitigasi Bencana Kampus Se-Sumbar sekaligus Dosen Prodi Keperawatan Universitas Fort de Kock Bukittinggi, Rachmad Sukri, bahwa mahasiswa Universitas Fort de Kock kita siapkan untuk literasi perubahan iklim bersama rekan-rekan dari BMKG.
“Seperti yang pernah kita lakukan sebelumnya di 7 Nagari seperti Lambah, Kapau, Balai Gurah, Biaro Gadang, Panampuang, Batutaba, Magek yakini membuat pemahaman-pemahaman tentang perubahan iklim kepada masyarakat, salah satunya pemanfaatan lahan ketika terjadi perubahan iklim, dampak-dampak kesehatan terhadap perubahan iklim,” kata Rachmad.
Dalam kesempatan yang sama, Rektor Universitas Fort de Kock (UFDK) Bukittinggi, Dr. Ns. Hj. Evi Hasnita, SPd. MKes mengatakan terima kasih atas kerjasama antara Universitas Fort de Kock Bukittinggi dengan BMKG.
“Bahwa sebenarnya sejak bulan April 2024 kita sudah melakukan kegiatan KKN Tematik Mitigasi bencana yang baru selesai beberapa minggu lalu bersama BMKG. Kita melakukan kegiatan mitigasi kepada masyarakat yang terpapar bencana di beberapa wilayah,” ujar Rektor Universitas Fort de Kock Bukittinggi.
Gunanya kegiatan itu dilakukan oleh Mahasiswa dan Dosen, kata Evi Hasnita, agar masyarakat dapat melakukan langkah-langkah perlindungan, siap siaga ketika terjadi bencana.
“Melalui kegiatan sosialisasi Ekspos Aksi Iklim untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim ini gunanya nanti dapat disampaikan kepada masyarakat secara luas tentang bagaimana langkah-langkah mitigasi lingkungan dan adaptasi terhadap bencana,” ujar Evi Hasnita.
Sementara itu, menurut Kepala Stasiun GAW Bukit Koto Tabang, Palupuah, Dr. Sugeng Nugroho, M. Si, fokus BMKG ada 2 yaitu perubahan iklim dan kualitas udara.
“Dengan adanya kegiatan literasi perubahan iklim dan kualitas udara untuk generasi muda. Karena nanti dampak dari perubahan iklim dan kualitas udara ini mereka juga yang akan merasakan dalam beberapa tahun kedepan. Maka diharapkan mereka dapat memahami dan mengetahui hal itu serta menyebarkan luaskan literasi ini melalui akun-akun media sosial yang mereka miliki,” ungkapnya.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Padang Panjang (Kordinator BMKG Sumatera Barat), Dr. Suaidi Ahadi, kegiatan literasi ini nantinya akan kita lanjutkan terus bersama rekan media agar masyarakat dapat lebih waspada dan melakukan langkah-langkah mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. (*)