
Jakarta – Perkembangan perkara gugatan pemilukada di Kabupaten Lima Puluh Kota antara Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Safni-Ahlul dengan Safaruddin-Darman, menunggu keputusan sela dari Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi di Jakarta, pada hari Selasa 4 Februari 2025 mendatang.
Berdasarkan Perkara Nomor 157/PHPU.BUP/XXIII/2025 di Mahkamah Konstitusi (MK) membahas tentang Pembatalan Keputusan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor yang dimohonkan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor Urut 2 yakni Safaruddin-Darman.
Dalam bantahan atau keberatan yang diajukan dalam proses hukum di ruang peradilan, Kuasa Hukum Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Safni-Ahlul, Aldefri, SH, saat dihubungi melalui telepon pada Minggu, 2 Februari 2025, mengatakan bahwa gugatan perkara tersebut terkait permasalahan ijazah Calon Bupati terpilih Kabupaten Lima Puluh Kota yang diduga palsu yang dimohonkan oleh Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor Urut 2 yakni Safaruddin-Darman.
“Ini terkait dugaan ijazah Paket C, a/n: SAFNI alias Safni Sikumbang Nomor Induk Siswa 20207, NISN 3741713368 dari Kelompok Berlajar Pendidikan Kesetaraan Program Paket C SKB/PKBM KANDIS KREATIF Kabupaten Siak, Provinsi Riau, yang dikeluarkan oleh Kepala SKB/PKBM KANDIS KREATIF Nomor Pokok Sekolah Nasional P9954275 tahun 2021,” ucapnya.
Selain itu, Pemohon juga menggugat sengketa syarat ambang batas sebagai syarat formil agar dapat diperiksa dan perselisihan hasil perolehan suara serta pembatalan penetapan hasil penghitungan perolehan suara KPU terhadap Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota sebagaimana terdapat dalam UU Nomor 10/2016.
“Artinya, Pemohon merasa ada dugaan pelanggaran administratif di KPU Kabupaten Lima Puluh Kota, baik dalam sejak proses pendaftaran mengenai keabsahan ijazah dari Calon Bupati Lima Puluh Kota No. Urut 3, dan mengenai adanya dugaan money politic,” katanya.
Petitum yang Pemohon ajukan kepada Mahkamah, meminta pembatalan 2 Keputusan KPU Lima Puluh Kota sekaligus, yaitu Pembatalan Keputusan Nomor 705 Tahun 2024 tentang Penetapan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2024 tanggal 22 September 2024 (vide Bukti PT-2) dan Pembatalan Keputusan Nomor 709 Tahun 2024 tentang Penetapan Nomor Urut 3 (Safni dan Ahlul Badrito Resha, SH) sebagai Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Tahun 2024 tanggal 23 September 2024.
Lanjut Kuasa Hukum Pasangan Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota, Aldefri, SH, menambahkan bahwa Mahkamah memiliki kewenangannya untuk memeriksa dan mengadili sebuah keputusan yang menjadi objek sengketa perselisihan hasil pemilihan sebagaimana yang diatur pada pasal 2 Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 3 Tahun 2024 tentang Tata Beracara dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Menurut Aldefri, pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan perselisihan perolehan suara hasil pemilihan Calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lima Puluh Kota.
Tambah Aldefri, nyatanya Pemohon sangatlah keliru dan tidaklah cermat mengenai ijazah tersebut. Persoalan ijazah tersebut merupakan hal yang administratif yang telah diselesaikan pada tahap awal pendaftaran di KPU Kabupaten Lima Puluh Kota.
Sebenarnya, lanjut Aldefri, persoalan ijazah tersebut merupakan hal yang administratif yang telah diselesaikan pada tahap awal pendaftaran di KPU Kabupaten Lima Puluh Kota.
Kemudian, terhadap selisih suara yang cukup banyak atau melampaui ambang batas yang telah diatur dalam Pasal 158 ayat (2) UU 10/2016, karena selisihnya sebesar 6.18%, sedangkan yang dijadikan syarat formil dalam UU a quo terkait ambang batas adalah sebesar 1.5% selisih suara.
Jadi, mengenai ketentuan yang telah di atur dalam Pasal 158 ayat (2) UU 10/2016, terkait ambang batas tersebut, bukanlah hanya hitungan kalkulasi belaka, tetapi diaturnya persoalan ambang batas tersebut adalah faktor utama dalam menentukan kedudukan seorang Pemohon di depan persidangan Mahkamah Konstitusi ini terkait sengketa Pemilukada ini.
“Lalu Pemohon dalam pokok permohonannya tidak sedikitpun menjelaskan mengenai perselisihan hasil suara, akan tetapi mempersoalkan permasalahan ijazah Calon Bupati terpilih Kabupaten Lima Puluh Kota yang dianggap palsu, yang pada nyatanya Pemohon sangatlah keliru dan tidaklah cermat mengenai ijazah tersebut,” ungkapnya.
Pada uraian alasan-alasan permohonannya tidak menjelaskan dan menguraikan mengenai kesalahan hasil penghitungan suara oleh Termohon, dan juga tidak menjelaskan dan menguraikan hasil penghitungan suara yang benar menurut Pemohon.
“Meski Pemohon meminta untuk pembatalan Keputusan KPU Kabupaten Lima Puluh Kota Nomor 1017 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Lima Puluh Kota Tahun 2024 tanggal 5 Desember 2024. Bagi kami, ini yang membuat permohonan Pemohon menjadi kabur/tidak jelas,” pungkasnya.
Maka dari itu, berdasarkan dengan dalil-dalil yang dijabarkan oleh pihak Pemohon, maka patut pulalah rasanya majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo menyatakan permohonan yang diajukan oleh pemohon tidak dapat diterima.
“Artinya, pihak Pemohon tidak memenuhi syarat formil pengajuan Permohonan, sebagaimana ditentukan peraturan perundang-undangan. Permohonan pemohon tidak jelas (OBSCUUR LIBEL) dan terdapat kesalahan dalam objek (ERROR IN OBJEKTO),” terangnya.
“Ya, sama-sama kita tunggu saja apa keputusan sela dari Majelis Hakim. Waktunya sudah dijadwal oleh Mahkamah pada hari Selasa 4 Februari 2025 jam 19.30 wib di Ruang Sidang Panel I Mahkamah Konstitusi di Jakarta.” tutup Aldefri. (*)