Pertanian, UMKM dan Benang Merah antara Keduanya

Saya sering menulis atau mengatakan bahwa pertanian adalah potensi utama Indonesia, dan sering juga mengatakan bahwa UMKM adalah penopang ekonomi Indonesia semakin terasa pada saat-saat pandemi ataupun krisis. Kemungkinannya kedua bidang tersebut bisajadi dua dari sekian sektor yang memang menyokong dengan kokoh keberadaan Negara kita.

Pertanyaannya, apakah kita sebagai bangsa sudah memahami ada benang merah antara sektor pertanian dan UMKM ini? Kalau melihat realita di lapangan, program pembinaan pelaku pertanian dan UMKM, ataupun melihat arah program pengembangan pertanian dan UMKM sepertinya kita belum memahami benang merah diantara keduanya.

Faktanya, hampir seluruh komuditi pertanian bisa dikembangkan di Indonesia, dan setiap hari perani Indonesia produktif, menghasilkan beras, jagung, telur, daging, susu, dst. Data BPS menyatakan petani Indonesia yang berpendidikan sarjana hanya 0.57 %, data selanjutnya, yang berumur kurang dari 40thn hanya 4%. Luar biasanya dengan sumberdaya yang sangat minim, petani kita tetap begitu produktif, sungguh suatu anugrah bagi kita bangsa Indonesia, fakta inilah yang membuat saya berani “nyinyir” mengata potensi Indonesia adalah pertanian. Walaupun sampai saat ini, masih banyak persoalan-persoalan dibidang pertanian yang diselesaikan secara setentah hati oleh pihak-pihak terkait yang mengakibatkan pertanian belum bisa memberikan kesejahteraan kepada petaninya.

Banyak aspek yang perlu dibenahi, aspek yang dominan menurut saya ada dua.

Pertama aspek budidaya yaitu tingginya biaya pokok produksi pertanian, saat ini bisa dibilang tertinggi sepanjang sejarah. Aspek ini sesungguh bisa dikendalikan dengan metode pertanian biaya murah, salah satu pilihannya adalah pertanian organik (banyak metode yang saat ini mulai dikembangkan).

Kedua aspek pemasaran yaitu tidak adanya jaminan pasar dan jaminan kestabilan harga, aspek ini sangat terkait dengan UMKM, ini yang kita bahas secara lebih detil.

Kenyataannya karakteristik produk pertanian itu umurnya singkat, dua atau tiga hari maksimal mungkin seminggu, setelah itu busuk dan dibuang. Karakter ini dalam aspek marketing sangat menyulitkan, karena akan membatasi jamgkauan distribusi produk dan membatasi masa simpan. Sampai level tertentu bisa diselesaikan dengan menyediakan rantai dingin (rantai pasok dengan suhu rendah). Tapi ketika kita ingin solusi yang lebih komprehensif, solusi dari umur produk yang singkat tersebut adalah Pengolahan Pasca Panen.

Kenapa Pengolahan Pasca Panen bisa menjadi solusi yang komprehensif? Karena dengan pasca panen, umur produk bisa diperpanjang dengan cara mengolah produk pertanian menjadi produk yang kadar airnya sedikit, dampaknya, produk bisa disimpan lebih lama, biaya penyimpanan lebih murah, jangkauan distribusi menjadi jauh lebih luas. Dari segi nilai jual, ada peluang penambahan harga (value added), dari segi marketing, terbuka peluang diversika produk.

Kalau pengolahan pasca panen ini dilakukan secara masive dan terencana, menyeluruh dan berkelanjutan harusnya persoalan pemasaran produk pertanian tidak menjadi kendala, bahkan bisa menjadi peluang dalam meningkat kesejahteraan secara luas. Sehingga memang pengolahan pasca panen harus diakui memiliki peran yang sangat penting dalam mengembangkan pertanian kita, inilah mata rantai yang hilang, sehingga pertanian kita jalan di tempat.

Program pengolahan pasca panen yang begitu luar biasa itu, sejatinya adallah aktivitas yang disebut dengan Usaha Mikro Kecil dan menengah (UMKM). Karena potensi utama kita adalah pertanian, UMKM yang berbasiskan pertanian secara luas (pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan) perlu dikembangkan secara bersungguh-sungguh, terencana, dan berkelanjutan.

Lebih jauh tentang UMKM, data BPS mengatakan:
1. UMKM menyerap 97% tenaga kerja indonesia,
2. UMKM menyumbah 65 % PDB Indonesia.
3. Pada masa krisis 98, pandemi civid UMKM salah satu sektor yang menyokong ekonomi Indonesia secara gagah dan berani
4. Logikanya, UMKM menjaga perputaran uang berada di dalam negri (karena bahan baku lokal) tentusaja berbeda dengan industri yang didominasi bahan baku import, sesungguhnya “membuang” devisa kita keluar negeri.

Terakhir, pertanian dan UMKM akan semakin memberikan daya dobrak luar bisa, ketika kita mampu memasukkan sedikit unsur pariwisata kedalamnya. minimal berupa wisata edukasi dalam balutan agrowisata.

Dari uraian diatas terlihat sangat jelas dan nyata Benang Merah antara Pertanian dan UMKM, rasanya tidak berlebihan jika saya mengatakan bahwa petani dan UMKM memberikan begitu besar sumbangan untuk Indonesia, dan tentu saja layak berharap lebih banyak perhatian dari negara daripada yang diterima saat ini.

Penulis : Suhatril, S.T.,MT
*Penyuluh Pertanian Swadaya kab Agam
*Pembina Persatuan Petani Organik kab Agam
*Ketua Forum UMKM kab Agam
*Owner Keju Lasi

Bagikan:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *