Foto: Antara  Sumbar

 

Bukittinggi, lensasumbar.com  – Dilansir dari  media Kompas 86 dalam berita dengan judul “herman Sofyan, SE Anggota DPRD Kota Bukittinggi Pertanyakan Dana Pokir Tahun Anggaran 2023 yang Ditahan Pemko Bukittinggi” Kompas 86 memberitakan, Herman Sofyan SE, Anggota DPRD Bukittinggi yang duduk di Komisi II terkait Dana pokir yang di tahan oleh pemko mengungkapkan rasa kekecewaannya karena itu adalah hak untuk kesejahteraan masyarakat, berkaitan dengan hal ini Herman Sofyan sudah melayangkan surat kepada Wali Kota Bukittinggi tertanggal 8 Agustus 2023, Cq Dinas Sosial, Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perhubungan, Dinas Pendidikan, Dinas Pemuda dan Olahraga, dan Kesbangpol Kota Bukittinggi.

Secara hakikatnya Pokir DPRD merupakan kajian permasalahan pembangunan daerah yang diperoleh dari DPRD kemudian dimasukan ke dalam SIPD dalam bentuk program kegiatan melalui rapat dengar pendapat dan hasil penyerapan aspirasi melalui reses.

Lebih lanjut menurut Herman Sofyan, ”Sebab adanya isu strategis yang berkembang tentang keharusan untuk mengambat dan membatalkan realisasi pokir atas namanya, oleh pemko Bukittinggi itu merupakan alasan Like and Dislike,” ujarnya.

”Dan secara pribadi saya sudah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan masalah keterlambatan realisasi pokir atas nama saya kepada Pemerintah Kota Bukittinggi, agar terealisasikan anggaran Daerah untuk aspirasi terhadap masyarakat khususnya Kecamatan Guguk Panjang,” imbuhnya.

Ditempat berbeda, warga Bukittinggi yang juga praktisi hukum Dr (cand). Riyan Permana Putra, S.H., M.H. menanggapi terkait adanya dugaan penahanan dana pokir salah satu anggota dewan ini.

Riyan menyatakan seharusnya penahanan dana pokir tidak terjadi karena pokir adalah hak setiap anggota dewan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, berurutan dari level atas (kebijakan) sampai ke bawah (implementasi di lapangan).

“Pokok-Pokok Pikiran atau Pokir DPRD merupakan amanat undang–undang yang diatur dalam Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 Tentang Tata Cara Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah,” ungkap Riyan.

Riyan menambahkan jangan sampai ada pemahaman yang memicu misleading dalam memahami Pokir.

“Jadi pertama, Pokir itu memiliki landasan hukum yang kokoh, dengan kata lain Pokir memang telah diamanatkan dalam Undang-Undang (UU),” kata Riyan yang merupakan kadidat Doktor Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang ini, di Bukittinggi, pada Sabtu, (19/8/2023).

Riyan menjelaskan lebih lanjut bahwa aturan yang menjadi inspirasi atau semangat Pokir diantaranya UU Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah (Pemda). Di Pasal 29 disebutkan DPRD mempunyai sejumlah fungsi.

“Jadi selain fungsi pembuat Perda dan pengawasan, ada juga fungsi anggaran,” ulasnya.

Yang lebih penting lagi menurut Riyan di Pasal 104 disebutkan bila DPRD memiliki kewajiban memperjuangkan aspirasi rakyat.

“Ini bahkan dijadikan sumpah atau janji yang harus dijalankan setiap anggota dewan,” ulasnya.

Riyan melanjutkan, perjuangan aspirasi rakyat itu memiliki kerangka berpikir demi kepentingan bangsa dan negara. Jadi selama aspirasi yang timbul di tengah masyarakat mengarah ke kepentingan nasional, maka anggota dewan wajib memperjuangkannya.

“Riyan mengapresiasi perjuangan anggota DPRD Bukittinggi yang memperjuangkan beberapa Pokirnya yang tertahan, karena justru kalau tidak diperjuangkan, sama artinya mengkhianati sumpah/janji, mengkhianati rakyat,” tekannya.

Riyan juga melanjutkan keharusan anggota DPRD menyerap aspirasi di tengah masyakat bahkan semakin dipertegas di pasal 108 butir (i). Menariknya UU bahkan lebih eksplisit menyebut aspirasi itu dapat dihimpun melalui konstituen.

“Melalui kunjungan kerja secara berkala,” ulasnya.

Tidak hanya menampung, UU juga mengamanatkan atau mewajibkan agar aspirasi itu ditindaklanjuti. Tidak boleh dianggurkan apalagi disepelekan.

“Anggota DPRD kita berdasarkan aturan diperintah untuk mempertanggungjawabkan berbagai pengaduan masyarakat dan aspirasi secara moral dan politis,” tekannya.
Riyan juga menerangkan aturan yang mengamanatkan DPRD harus menyerap Aspirasi rakyat, menurut Riyan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota.
Pada Pasal 54 bahkan secara terang mengamanatkan atau memerintahkan Badan Anggaran (Banggar) DPRD harus memberikan saran dan pendapat berupa pokok pikiran DPRD.

“Jadi UU memang yang memerintahkan adanya pokok pikiran, maka jangan sampai pemerintah daerah melakukan maladministrasi dengan menahan pokir salah satu anggota DPRD Bukittinggi,” tekannya.

Banggar diharuskan langsung memberikan saran kepada Kepala Daerah dalam mempersiapkan rancangan APBD.

“Sebelum Peraturan Kepala Daerah tentang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ditetapkan,” tekannya.
Riyan juga menjelaskan bahwa ada aturan yang mengamanatkan untuk melanjurkan aspirasi menjadi Pokir. Ternyata pokir anggota DPRD ini diamanatkan dalam Permendagri No. 86 Tahun 2017 tentang Tata Cara Perencanaan, Pengendalian dan Evaluasi Pembangunan Daerah, Tata Cara Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, serta Tata Cara Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah, dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah.
Pada Pasal 78 ayat 2, secara terang dan gamblang disebut dalam penyusunan Rancangan Awal RKPD, DPRD memberikan saran dan pendapat berupa Pokir DPRD. Pokir itu harus dilandasi hasil reses atau penjaringan aspirasi masyarakat.

“Itu harus dijadikan rumusan kegiatan, lokasi kegiatan, dan kelompok sasaran yang selaras dengan pencapaian sasaran pembangunan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Daerah tentang RPJMD,” ulasnya.

Jadi, sangat disayangkan ada dana pokir salah satu anggota DPRD Bukittinggi yang ditahan. Pokir bukanlah kegiatan yang bertentangan dengan UU. Justru UU-lah yang mengamanatkan Pokir harus dijalankan anggota dewan, tegas Riyan.

Bahkan keharusan menjalankan Pokir diperkaya dengan aturan yang secara khusus melakukan penelaahan. Di Pasal 178 Permendagri no 86 Tahun 2017 Pokir dibahas dengan sangat gamblang.

“Dan harus dipedomani anggota dewan sebagai legislatif dan pemerintah daerah beserta OPD sebagai eksekutif dalam pelaksanaannya,” tekannya lagi.

Pada ayat 1 penelaahan Pokir DPRD sebagaimana dimaksud Pasal 153 huruf k merupakan kajian permasalahan pembangunan Daerah yang diperoleh dari DPRD berdasarkan risalah rapat dengar pendapat dan/atau rapat hasil penyerapan aspirasi melalui reses.
“Lalu di ayat 2, Pokir disebut harus diselaraskan dengan sasaran dan prioritas pembangunan serta ketersediaan kapasitas riil anggaran,” urainya.

Berikutnya lagi di ayat 3 risalah rapat yang dimaksud pasal 1 adalah dokumen yang tersedia sampai dengan saat rancangan awal disusun dan dokumen tahun sebelumnya yang belum ditelaah.

“Setelah itu di ayat 4 dijelaskan Pokir harus dirumuskan dalam daftar permasalahan pembangunan yang ditandatangani oleh pimpinan DPRD,” imbuhnya.

Berikutnya lagi di pasal 5, Pokir harus disampaikan paling lambat 1 Minggu sebelum Musrenbang RKPD dilaksanakan.

“Ayat 6, Pokir harus dimasukkan ke dalam e-planning bagi daerah yang telah memiliki SIPD,” jelasnya.
Dan terakhir di ayat 7 Pokir yang disampaikan setelah melewati batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (5), akan dijadikan bahan masukan pada penyusunan perubahan RKPD dasar perubahan APBD tahun berjalan atau pada penyusunan RKPD tahun berikutnya.
Sekali lagi kami sebagai masyarakat Bukittinggi, sangat menyayangkan adanya penahanan dana pokir salah satu anggota DPRD Bukittinggi. Karena sangat jelas dan terang benderang Pokir telah diatur dengan sangat rinci dan detail. Sehingga dalam pelaksanaannya berkontribusi nyata bagi kepentingan rakyat. Amanat mulia inilah yang harus menjadi semangat para anggota dewan dalam menyampaikan Pokir, tegasnya kembali.

Ketika media ini bertanya mengenai bagaimana bila terjadi penyimpangan pelaksanaan Pokir?

Riyan menjawab maka hal itu bukan karena semangat Pokir bermasalah. Tetapi menyangkut perbuatan oknum anggota dewan secara pribadi, bukan lembaga.

Tentu bagi yang melanggar semangat Pokir, ada konsekuensi hukum yang diterima bila terbukti menyalahgunakan Pokir.

“Melihat dasar hukum yang ada, maka sangat jelas Pokir adalah amanat undang-undang dan memiliki legal formal yang sah,” tekannya.

Sehingga DPRD di seluruh Indonesia termasuk DRPD Bukittinggi memiliki legal standing mengusulkan dana Pokir. Dana Pokir yang diajukan oleh DPRD tentu tidak serta merta akan langsung diterima oleh kepala daerah.

“Tetapi akan ditelaah dan diselaraskan dengan Program Prioritas pembangunan, sebagaimana yang tertuang dalam RPJMD dan mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah,” jelasnya.

Yang perlu diketahui pula, kegiatan reses atau menyerap aspirasi adalah kegiatan wajib anggota dewan.

“Anggota yang tidak melaksanakan kegiatan reses dan tidak memiliki aspirasi dari masyarakat yang diwakilinya dapat dikatakan bahwa wakil rakyat itu tidak melaksanakan kewajibannya sebagai anggota DPR/DPRD dan telah menghianati masyarakat yang diwakilinya,” tegasnya.

Selain itu DPRD juga memiliki tugas pokok dan fungsi mengawal dana Pokir.

“Agar pelaksanaan Program yang diusulkan berjalan dengan baik sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan sesuai dengan harapan rakyat yang diwakilinya,” tutup Riyan yang juga merupakan Ketua Bidang Hukum dibeberapa organisasi di Sumatera Barat ini.(Hendra)

Ikuti kami juga dihalaman Google News

Bagikan: