Bukittinggi, lensasumbar.com – Untuk menjadi seorang Pemimpin kuncinya adalah mampu menghadapi masalah kemudian mencari solusinya. Kalau hanya sekedar pengen duduk-duduk, banyak orang yang mau tetapi bagaimana mencari penyelesaian masalah (solusi) terbaik bagi kehidupan sosial masyarakat.
Apa lagi kalau takut memikul masalah, lebih baik jangan jadi pemimpin. Pemimpin itu memikul berbagai permasalahan yang ada di daerah, baik bidang pendidikan, ekonomi, sosial, kesehatan, pariwisata, serta harus berlaku adil bagi seluruh lapisan masyarakat, tentunya harus juga dipikirkan siapa yang akan menikmati.
Pemerintah hanya sebagai fasilitator, penyedia namun harus dipikirkan siapa yang menikmati, tentunya masyarakat. Artinya kembali ke prinsip awal, pemerintah itu adalah pelayan yang memberikan fasilitas untuk keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat.
Makanya, menurut Praktisi Pendidikan Universitas Fort de Kock (UFDK) Bukittinggi, Zainal Abidin, untuk menjadi seorang kepala daerah harus paham, apa kerisauan masyarakat yang belum terpenuhi.
“Contoh kita ambil masalah lain di bidang pariwisata, siapa yang menikmati itu, ya masyarakat pendatang. Banyaknya turis lokal atau internasional yang datang akan berdampak kepada masyarakat yang menawarkan produk atau barang dan jasa yang mendukung program pariwisata kepada pendatang,” pungkasnya.
Sementara pemerintah hanya selaku fasilitator pelayanan peningkatan program pariwisata. Nah, apa bentuk kerisauan itu, salah satunya tempat parkir, fasilitas transaksi jual beli, tempat makan, tempat nginap, arus lalulintas, transportasi, semuanya harus terkoneksi dan harus nyaman.
“Ketika masyarakat pendatang atau turis sedang menikmati objek wisata tanpa ada kerisauan-kerisauan maka terpecahkan permasalahan tersebut. Maka dengan sendirinya bidang perekonomian akan naik,” kata Zainal.
“Transaksi ekonomi terjadi setelah ada yang datang kan, kalau tidak ada yang datang, siapa yang mau diharapkan, orang Bukittinggi? Paling satu kali tiga bulan datang ke kebun bintang, trus yang nginap di hotel-hotel,” ujar Ketua Umum Pengurus Daerah Asosiasi Yayasan Penyelenggara Perguruan Tinggi Indonesia.
Lanjut Zainal, kalau semua kerisauan masyarakat pendatang itu sudah terpecahkan maka kerisauan masyarakat penyedia barang dan jasa otomatis ikut terpecahkan juga.
Sehingga menurut saya, asal sudah nyaman maka akan semakin bertambah banyak yang datang atau berulang-ulang kali orang datang berwisata, berbelanja, dan menginap ke kota Bukittinggi.
“Untuk itu kedepannya, dituntut kepiawaian kepala daerah menghilangkan kerisauan masyarakat. Kepala daerah harus paham kepada siapa yang akan menikmati kebijakan itu dikeluarkan,” ungkap Ketua Umum ABPTKes Indonesia, Sebuah Organisasi Seluruh Perguruan Tinggi Kesehatan Indonesia. (bersambung)