Bukittinggi – Dalam rangka membentuk karakter yang memiliki nilai-nilai Pancasila, siswa-siswi SMPS Xaverius Bukittinggi menggelar acara Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) di halaman sekolah SMPS Xaverius Bukittinggi, pada Kamis, (21/11).
Adapun wujud pembentukan karakter yang memiliki nilai-nilai Pancasila diantaranya, siswa yang beriman dan bertakwa, rasa kebersamaan, gotong royong, mencintai budaya kearifan lokal, membentuk kreatifitas dalam hasil karya, memiliki rasa hormat, serta dapat menghargai guru dan dengan sesama siswa lainnya.
Hadir dalam kegiatan tersebut diantaranya, Pastor, Ketua Pelaksana Yayasan Prayoga Bukittinggi, Hermina Br Baho, Pengawas SMP Dinas Pendidikan Bukittinggi, Endang Susilawati, jajaran guru, orang tua murid dan staf.
Menurut Kepala Sekolah SMPS Xaverius Bukittinggi, Melfi Morisa, melalui kegiatan P5 hari ini, siswa diberikan keleluasaan berkreativitas dan mengekspresikan seni budaya lokal serta dilatih kewirausahaan.
“Kegiatan P5 ini sudah dipersiapkan sejak awal tahun ajaran baru dan sudah menjadi mata pelajaran setiap siswa kelas 7, 8 dan 9. Mata pelajaran P5 itu ada di jam akhir, artinya 2 jam terakhir atau 3 jam pelajaran terakhir,” ujar Kepala Sekolah SMPS Xaverius Bukittinggi.
Lanjut Melfi, masing-masing kelas memiliki tema mata pelajaran P5 yang berbeda-beda. Untuk kelas 7 temanya kearifan lokal, kelas 8 kebhinekaan dan kelas 9 kewirausahaan.
Untuk bidang kewirausahaan ini kita latih para siswa untuk mandiri dan belajar berwirausaha sejak dini. Mereka dilatih bagaimana mempersiapkan, mencari bahan baku, mengolah, memproduksi produk, mempromosikan hingga sampai menjual barang dagangannya.
“Pada saat itu mereka sudah bisa belajar menghitung berapa modal awal, berapa yang sudah terjual dan akhirnya mereka mengevaluasi. Termasuk belajar mengenai kendala-kendala yang muncul, mulai dari proses mencari bahan baku mengolah, memproduksi hingga hasil jualannya,” ujar Melfi.
Sementara lanjut Melfi, dalam mengekspresikan budaya kearifan lokal, mereka belajar bekerja sama, ada yang berlima, bertujuh, bahkan ada yang gabungan dengan beberapa kelas. Disini, mereka belajar bekerja sama, mengatur temannya, saling harga menghargai sesama teman. Sehingga terwujudlah penampilan kreativitas siswa dalam bentuk tarian tanpa banyak campur tangan guru.
“Guru hanya sebatas mengawasi, membimbing, melihat proses dan memberikan saran hasil kerjasama mereka. Siswa diberikan keleluasaan berkreativitas dan mengekspresikan seni budaya lokal serta dilatih kewirausahaan,” pungkasnya. (*)