Jakarta – Banyaknya sejumlah kampus negeri ingin membuka program fakultas kedokteran (FK) pada tahun 2023, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Prof. Dr. Ir. Satryo Soemantri Brodjonegoro, M.Sc, Ph.D mengakui pendirian FK merupakan salah satu upaya kampus untuk mendapatkan pendanaan.
Seperti diketahui, sejumlah kampus negeri ramai-ramai membuka program studi kedokteran. Tahun 2023 lalu tercatat, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya dan IPB University, Bogor mendirikan FK.
Selain 2 kampus tersebut, dalam tahun yang sama Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung dan Universitas Negeri Surabaya juga mendirikan FK.
Untuk itu, Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi, Satryo Soemantri Brodjonegoro meminta Perguruan Tinggi Negeri (PTN) menghentikan pembukaan FK baru. Ia pun mengakui pendirian FK merupakan salah satu upaya kampus untuk mendapatkan pendanaan.
“Kita stop dulu aja penambahannya (FK) itu,” ujar Satryo, seperti yang dilansir detikcom, pada Jumat (10/1/2024).
Selain itu, eks Ketua Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) tersebut mengatakan memang selama ini ada keluhan kekurangan dokter di sejumlah wilayah terutama kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Hanya saja menurutnya, solusi memenuhi kebutuhan tersebut bukan dengan menambah jumlah FK. Namun, dengan menambah kuota mahasiswa di FK yang telah berdiri di sekitar wilayah 3 T.
“Kalau butuh dokter, jangan buka FK. Tambahlah kuota mahasiswa FK yang ada di tempat-tempat tertentu. Misalnya mau nambah dokter untuk di 3T. Nah carilah FK yang sudah ada, existing, dekat 3T. Tambahlah kuotanya, berapa orang kebutuhannya, didik, lalu salurkan ke 3T,” katanya.
Ia melanjutkan,”Jangan bikin FK baru. FK baru bikinnya lama, lulusin enggak tau kapan. Ya kalau mutunya baik, kalau belum baik gimana? Jadi, persepsi butuh dokter dengan buka FK itu enggak cocok.”
Upaya Kampus Mencari Pendanaan
Satryo yang pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi pada periode 1999-2007 lalu mengungkapkan pembukaan FK di berbagai kampus tersebut adalah upaya untuk mendapatkan dana. Menurut Satryo subsidi pemerintah untuk PTN hanya untuk mendanai sepertiga dari kebutuhan total kampus.
“Kebutuhan kampus yang dibantu pemerintah hanya sepertiganya dari total. Sepertiganya lagi dari SPP mahasiswa. Sepertiganya lagi dari pendapatan tambahan seperti riset dan macam-macam itu,” katanya.
Bahkan, menurut Satryo ada anggapan, pemerintah bisa mengurangi pemberian dana untuk kampus yang telah memiliki status PTN Berbadan Hukum. Kampus pun diminta mencari dana untuk memenuhi kebutuhannya.
“Seharusnya gak boleh. Saya katakan meski statusnya otonomi, pemerintah tetap memberikan porsi yang selama ini diberikan. Jangan dikurangi. Apabila ada kelebihan bisa dipakai peningkatan mutu,” ujar Satryo.
Akhirnya kampus mencari dana tambahan dengan berbagai macam cara. Misalnya menaikkan Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan membuka FK dengan alasan agar kampus bisa tetap hidup.
“Sedang kita carikan lagi bagaimana sih kita menata kelola. Satu pihak memang kampus saya lihat ada yang kurang efisien. Ada yang boros memang. Tapi ya kita benahi lagi,” ujarnya. (*)