Bukittinggi – Sepinya transaksi jual-beli oleh pemilik kios di dalam Gedung Pasar Atas Bukittinggi, menjadi salah satu permasalahan yang muncul termasuk tidak jelasnya penetapan status sewa atau retribusi kios yang diberlakukan oleh pemerintah kota Bukittinggi. Akibat hal itu para pedagang harus menanggung beban operasional yang sangat memberatkan dan ditambah dengan beban denda sewa kios yang harus dibayarkan kepada pemerintah daerah, atas dasar rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal ini disampaikan oleh Hendro Multhianda, panggilan Edo Pedagang Pasar Atas, di sela-sela kegiatannya jelang acara DESAK 01 Pasangan Calon Kepala Daerah Marfendi-Fauzan yang diundang oleh pedagang pasar atas, pada Kamis, (17/10).
Menurut Edo, keresahan atau permasalahan yang muncul dari para pemilik kios atau pedagang di gedung Pasar Atas Bukittinggi adalah transaksi jual beli di gedung pasar atas sangatlah sepi dari para pembeli.
“Jangankan pengunjung yang akan membeli barang di kios kami, pengunjung yang datang saja juga tidak kelihatan sama sekali, kalaupun ada satu dua orang yang datang, hanya untuk melihat-lihat isi dalam gedung pasar atas atau hanya mengajak sanak saudaranya untuk berfoto selfie di dalam gedung,” ujarnya.
Ditambah lagi, lanjut Edo, belum jelasnya penetapan status sewa atau retribusi yang diberlakukan oleh pemerintah Bukittinggi terhadap para pemilik kios atau pedagang pasar atas. Permasalahan tersebut menjadi permasalahan yang sangat pelit bagi para pedagang pasar atas karena terancam keluar dari kiosnya.
“Jadi sebelumnya tim BPK telah bertemu dengan sejumlah perwakilan para pemilik kios atau pedagang pasar atas, kalau tidak salah ada H. Syahrul hadir saat itu. Hasil perbincangan dengan BPK bahwa pedagang harus bayar denda sewa kios dengan berbagai macam kelas, jika tidak sanggup maka diarahkan untuk keluar dari kiosnya,” katanya.
Hal yang sama disampaikan oleh Dedi Dean salah seorang pemilik kios di dalam gedung pasar atas, tidak jelas penetapannya, apakah sewa atau retribusi dari pemerintah kota Bukittinggi.
“Kebetulan saya juga ada kios atau kedai di situ, pedagang dibebankan rata-rata sebanyak 15 juta rupiah. Rinciannya seperti ini dari bulan September sampai Desember 2023 ditetapkan sewa sementara bulan Januari sampai September 2024 ditetapkan retribusi,” ungkapnya.
“Bagaimana pedagang ini bisa membayar sewa atau retribusi ini, sementara jual beli tidak ada,” kata Dedi Dean.
Lanjut Dedi, kalau dilihat faktanya dari keseluruhan kios atau kedai yang ada di gedung pasar atas ini yang buka hanya sekitar 20% sampai 30% saja selebihnya sudah tutup.
“Untuk itu kami mengundang salah satu pasangan calon kepala daerah dengan nomor urut 1 untuk mendengarkan dan memberikan solusi kepada seluruh para pedagang di gedung pasar atas ini,” pungkasnya.
“Maka hari ini, yang jadwalnya jam 13.00 wib, sebagian besar Pedagang Pasar Atas mengundang salah satu pasangan calon kepala daerah kota Bukittinggi untuk mendengarkan keluh kesah dan solusi dari paslon tersebut. Salah satu pasangan calon yang diundang oleh para pedagang yaitu Marfendi-Fauzan yang memiliki nomor urut 1,” ujarnya. (*)