Bukittinggi – Usai melaksanakan Upacara Hari Sumpah Pemuda ke 96, Kepala Kejaksaan Negeri Bukittinggi, Djamaluddin, SH., MH, menyampaikan empat perkara yang sedang berproses di Kejari Bukittinggi.
Adapun 4 perkara tersebut diantaranya, penetapan dua orang tersangka baru perkara tipikor dana pengelolaan gedung pasar atas, penerbitan sprindik terkait anggaran Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) anggota DPRD kota Bukittinggi tahun 2021-2022, lalu perkara sengketa tanah antara Universitas Fort de Kock (UFDK) dengan Pemko Bukittinggi, dan terakhir laporan masyarakat tentang dugaan penyalahgunaan keuangan Baznas kota Bukittinggi.
Kajari Bukittinggi, Djamaluddin, SH., MH, mengatakan bahwa saat ini Kejari Bukittinggi telah menetapkan dua orang tersangka baru terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi dana pengelolaan gedung Pasar Atas. Perkara tersebut merugikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Pemko Bukittinggi Tahun 2020-2021 sebesar Rp. 811.159.354,26.
Sebelumnya dalam kasus ini, Jaksa Penuntut Umum telah menetapkan 7 orang Terdakwa diantaranya adalah Alfiandi, Randi, Jhon Fuad, Herman, Rini, Suharnel dan 1 orang lagi masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) yakni Yaser Yatim.
“Itu terbagi 2 tahun anggaran, ada yang anggaran 2020 dan anggaran 2021. Ada 2 orang terdakwa yang sudah menerima putusan, sisa 4 orang terdakwa masih proses kasasi di MA, kita masih menunggu itu,” ujar Kajari Bukittinggi.
Lanjut Djamaluddin, dan 1 orang masih DPO dan 2 orang lagi sudah ditetapkan sebagai tersangka. Sebenarnya 3 orang ini juga berproses, 1 masih DPO, melalui Intel kita sudah berkordinasi dengan Kejagung. Kemudian 2 orang lagi sudah ditetapkan sebagai tersangka atas nama inisial ‘I’ dan ‘J’. Intinya masih pendalaman.
Selain itu, kata Djamaluddin, kejaksaan juga sudah mengeluarkan Surat Perintah penyidikan (Sprindik) terkait anggaran Surat Perintah Perjalanan Dinas di DPRD kota Bukittinggi.
“Sudah dikeluarkan sprindik, namun kami belum menetapkan tersangkanya. Tim masih bekerja keras mengumpulkan bukti-bukti segala macam. Ini terkait SPPD ya, karena harus kita cari satu-satu dan kita mencari kerugian keuangan negaranya,” ucap Kajari Bukittinggi.
Keluarnya Sprindik tersebut diduga akibat laporan administrasi perjalanan anggota DPRD Bukittinggi yang berantakan pada tahun anggaran 2021-2022. Sejumlah pegawai sekretariat DPRD kota Bukittinggi telah dimintai keterangan oleh Tim Penyidik Kejaksaan. Laporan administrasi yang diduga mengarah kepada tindak pidana korupsi ini masuk dalam tahap penyidikan Tim Pidsus Kejari Bukittinggi.
“Intinya tetap masih berproses dan kalau itu sudah selesai nanti kita tetapkan tersangkanya. Intinya juga masih pendalaman,” kata Djamaluddin.
Sementara itu, terkait dengan perkara Baznas (Bukittinggi), tambah Kajari Bukittinggi, kita sudah surati Baznas Pusat dan Baznas Pusat telah menjawab bahwa saat ini sedang berproses dan itu yang masih kita tunggu.
Akhir wawancara, Kajari Bukittinggi melanjutkan, untuk perkara Universitas Fort de Kock (UFDK) ini terkait keperdataan ya, dan KPK juga sudah berkoordinasi dengan semua pihak (Pemko Bukittinggi, Universitas Fort de Kock dan Kejaksaan).
“Ya kalau kita sih, karena ini sifatnya keperdataan maka kita sifatnya menunggu, kalau pihak Pemko memberikan Surat Kuasa Khusus (SKK) kepada kita, kita jalankan. Dulu pas waktu persidangan gugatan kita juga diberikan SKK, melakukan pendampingan pemerintah kota selaku tergugat,” tutup Djamaluddin. (*)