Bukittinggi – Menyikapi tentang perkembangan laporan masyarakat di Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat yang dilimpahkan kepada Kejaksaan Negeri Bukittinggi tentang adanya potensi kerugian keuangan negara di Pemko Bukittinggi sekitar Rp. 1,3 miliar, Penasehat Hukum Universitas Fort de Kock (UFDK) Bukittinggi, Didi Cahyadi Ningrat, SH, mengatakan Kejaksaan harus berani uji perkara perdata tersebut menjadi uji perkara pidana khusus.

Ini untuk membuktikan keabsahan dan kepastian hukum atas kepemilikan tanah atas perkara perdata antara UFDK dengan Pemko Bukittinggi. Apakah tanah tersebut milik Pemko Bukittinggi atau Yayasan Universitas Fort de Kock Bukittinggi?

 

Menurut Didi Cahyadi, harusnya Jaksa harus berani melakukan uji sahih yang mengarah kepada uji pidana khusus untuk membuktikan keabsahan dan kepastian hukum atas perkara perdata tanah no. 655 (bersertipikat atas nama Syafri Sutan Pangeran) yang sudah dimenangkan oleh pihak Universitas Fort de Kock (UFDK) yang sebelumnya berhadapan dengan Pemko Bukittinggi di Mahkamah Agung RI.

“Jadi, satu-satunya jalan untuk memastikan kepastian hukumnya adalah menguji perkara ini secara pidana. Pidana apa yang paling tepat dalam perkara ini, tentu adalah pidana khusus,” tegasnya saat dihubungi melalui saluran telepon, pada Kamis, (14/11).

 

“Ini arahan dari KPK yang sudah pernah bertemu dengan para pihak atas perkara ini,” ujar PH Yayasan UFDK.

Hal ini mengacu kepada laporan masyarakat tentang adanya potensi kerugian keuangan negara di Pemko Bukittinggi sekitar Rp. 1,3 miliar yang sudah masuk di Kejaksaan Tinggi Sumbar dan telah dikerjakan oleh Kejaksaan Negeri Bukittinggi.

 

Lanjut Didi, sehingga tidak ada lagi alasan bagi Kejaksaan Negeri Bukittinggi menduga-duga atau menunda-nunda, untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan segera untuk melakukan uji pidana khusus atas perkara perdata tanah no. 655 yang bersertipikat atas nama Syafri Sutan Pangeran agar bisa segera dibuktikan keabsahan atau kepastian hukum kepemilikan tanah tersebut.

Potensi kerugian keuangan negara di Pemko Bukittinggi ini jelas karena sebelumnya pemerintah kota Bukittinggi telah mengeluarkan anggaran sekitar 1,3 miliar rupiah untuk membeli tanah untuk pembangunan gedung DPRD kota Bukittinggi. Tetapi tanah tersebut tidak dapat dikuasai oleh Pemko Bukittinggi karena atas dasar Putusan MA, dan saat ini tanah tersebut telah dikuasai oleh Yayasan UFDK.

 

“Namun atas perkara perdata itu, karena sudah dimenangkan oleh Yayasan UFDK, dan Pemko Bukittinggi dinyatakan kalah oleh MA serta pihak yang beritikad tidak baik sehingga tidak perlu dilindungi secara hukum. Artinya apa, Pemko Bukittinggi sudah kehilangan asetnya,” jelasnya.

Tambah Didi, urgensinya Kejaksaan Negeri Bukittinggi harus melakukan penegakan hukum tanpa ada konflik kepentingan yang sebelumnya mereka pernah menjadi jaksa pengacara negara dalam perkara tersebut.

 

“Itu harus dipisahkan secara tegas karena tupoksi kejaksaan adalah penegakan hukum pidana. Harusnya kejaksaan mengayomi laporan masyarakat yang sudah pernah masuk, bukan mengayomi Pemko Bukittinggi,” pungkasnya. (*)

Ikuti kami juga dihalaman Google News

Bagikan: