Bukittinggi – Air termasuk kebutuhan dasar atau primer untuk kelangsungan hidup manusia, yang mana didalam tubuh manusia mengandung 55%–78% adalah air. Dengan demikian, manusia dalam menjalankan kehidupannya, membutuhkan air rata-rata sebanyak 5 liter per hari.
Kebutuhan primer adalah kebutuhan dasar yang harus dipenuhi untuk bertahan hidup. Contoh kebutuhan primer lainnya adalah: makanan, tempat berlindung, udara dan pakaian.
Sementara kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan atau pelengkap. Contoh kebutuhan sekunder adalah: hiburan, kendaraan pribadi, alat elektronik, perabotan rumah, rekreasi, dan olahraga.
Dari sekian banyak kebutuhan atau permasalahan inti, menurut Marfendi, mantan Wakil Walikota Bukittinggi, pengadaan dan pendistribusian air bersih ini selalu menjadi permasalahan utama atau prioritas bagi warga kota Bukittinggi.
“Padahal air termasuk kebutuhan dasar atau primer untuk kelangsungan hidup manusia. Artinya manusia dalam menjalankan kehidupan sehari-hari membutuhkan air rata-rata sebanyak 5 liter per hari,” ungkapnya pada Jumat, (01/11).
Bukan kita atau pemerintah ini tidak sanggup memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat tetapi pengadaan dan pendistribusian air bersih ini yang belum maksimal kepada warga Kota Bukittinggi.
Keluhan pengadaan dan pendistribusian air bersih ini sudah berlangsung sejak zaman dahulu. Hal ini selalu menjadi keluhan warga sejak pemerintahan Walikota Pak Ismet Amzis, Pak Ramlan Nurmatias dan Pak Erman Safar. Namun belum ada progres yang jelas mengenai pengadaan dan pendistribusian air bersih kepada warga kota.
“Didalam tubuh kita ini mengandung 55%–78% air loh, sehingga air adalah kebutuhan vital bagi siapapun termasuk warga kota Bukittinggi. Itukan hak asasi manusia,” terang Marfendi.
Kita sering mendengar keluhan warga tentang pengadaan dan pendistribusian air PDAM ke rumah-rumah warga yang sering mati-lah, kemudian harus beli air lagi. Artinya, ada tambahan biaya yang harus menjadi beban warga untuk pengadaan air bersih ini.
“Sebenarnya titik sumber air di kota Bukittinggi ini banyak sekali, tinggal bagaimana kita memprosesnya. Kalau saat ini, kita hanya mengandalkan titik sumber air dari Sungai Tanang dan tambahan dari titik sumber air Tabek Gadang yang seharusnya perlu kita tambah lagi,” kata Marfendi.
“InsyaAllah di Bukittinggi ini sebenarnya banyak titik sumber air, banyak sekali, tinggal bagaimana kita memprosesnya. Cuma-kan kita tidak pernah mau mengkaji, merancang atau mengeksplorasi untuk menutupi kebutuhan primer masyarakat di kota Bukittinggi ini,” tegasnya.
Tambah Marfendi, sebagai contoh, sebenarnya sudah ada titik sumber air yang di dekat Bukit Ambang, yang dulu pernah dirancang oleh Pak Mulyadi (Anggota DPR RI dari Dapil Sumbar II) tetapi tidak dipakai, malah ditutup. Bukannya dikelola secara maksimal untuk kebutuhan air masyarakat disekitar, padahal-kan sudah diserahkan oleh Pak Mulyadi ke PDAM.
“Meskipun, kalau kita lihat pengelolaan air di PDAM mengalami keuntungan, hal itu disebabkan karena besarnya konsumsi air pemilik hotel dengan nilai jual air ke hotel lebih besar dibandingkan dengan nilai jual air ke warga Kota Bukittinggi,” ujarnya.
Lanjut Marfendi, kalau kita mau jujur, kita buka pembukuan PDAM, ketika dihilangkan anggaran pemasukan dari pemilik hotel maka hasilnya akan minus atau PDAM itu akan merugi.
“Seharusnya, pemerintah itu tidak melihat dari untung atau rugi tetapi sudahkah kita melayani kebutuhan hak-hak asasi manusia terhadap kebutuhan air bersih sebagai kebutuhan primer atau kebutuhan dasarnya,” tutup Calon Walikota Bukittinggi Periode 2025-2030 yang berpasangan dengan Fauzan Haviz. (*)