Bukittinggi – Sebenarnya terkait dengan permasalahan perkara perdata antara Yayasan Universitas Fort de Kock (UFDK) dengan Pemerintah kota Bukittinggi, harus duduk bersama menyelesaikan permasalahan ini dengan baik-baik.
Menurut Ketua Yayasan (UFDK), Drs. Zainal Abidin, MM, bahwa memang sebenarnya upaya itu sudah kita lakukan dengan berbagai cara namun peluang itu tidak pernah dibuka oleh Pemerintah kota Bukittinggi.
Maka dari itu, tambah Zainal, kita sudah tidak pedulikan lagi karena kita sudah diberi kekuatan oleh Yang Maha Kuasa melalui hasil Putusan Mahkamah Agung yang tidak bisa dipungkiri lagi bahwa sudah menjadi Hak kita (Hak Yayasan Universitas Fort de Kock Bukittinggi) secara perdata.
Adapun Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MARI) nomor: 2108 K/Pdt/2022 pada tanggal 8 Juli 2022, telah inkracht, terkait sengketa tanah antara Universitas Fort de Kock (UFDK), Pemilik asal tanah (Syafri Sutan Pangeran) dengan Pemko Bukittinggi.
“Sedangkan tanpa Putusan Pengadilan saja dijelaskan dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SENMA) Nomor 4 Tahun 2016, bahwa tanah atau objek perkara yang sudah terikat dengan PPJB lalu dilakukan pelunasan kemudian dikuasai dengan baik, maka sudah beralih kepemilikannya,” ungkapnya di ruang Yayasan UFDK, pada Kamis, (31/10).
Dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2016, Tentang Pemberlakuan Rumusan Hasil Rapat Pleno Kamar Mahkamah Agung tahun 2016 Sebagai Pedoman Tugas Bagi Pelaksanaan Pengadilan, Huruf B, Rumusan Hukum Perdata, pada hal. 7 Nomor 7 menjelaskan bahwa peralihan hak atas tanah berdasarkan Perjanjian Pengikatan Jual Beli atau PPJB secara hukum terjadi jika pembeli telah membayar lunas harga tanah serta telah menguasai objek jual beli dan dilakukan dengan itikad baik.
“Jadi atas dasar SENMA No. 4 Tahun 2016 dan Putusan Pengadilan Ma secara perdata, maka ini sudah betul-betul milik Yayasan UFDK, yang sudah inkracht dan sudah di eksekusi,” tegasnya.
Lanjut Zainal, untuk itu kita tidak mau hanyut dalam permasalahan itu karena kita ingin membangun peradaban di kota Bukittinggi melalui dunia pendidikan. Maka kami telah membuat rencana yang lebih jauh dari itu, kami tidak akan membangun di tanah SHM nomor 655 dan sekitarnya.
“Saat ini kami sudah membeli tanah sebesar 1,2 hektar, akan kita pindahkan kampus induk ini, yang nantinya akan kita bangun Kampus yang Lebih Besar dan Lebih Nyaman dengan segala macam fasilitas yang mendukung proses pembelajaran bagi mahasiswa. Tanahnya itu di luar tanah SHM nomor 655,” kata Zainal.
Tepatnya, lanjut Zainal, kita sudah beli lahan seluas 1,5 Hektar di Bukit Tanjung yang berjarak hanya 85 Meter dari kampus sekarang dan telah kita ajukan permohonan perubahan tata ruang dari pertanian padat menjadi sarana pelayanan umum (SPU) ke Pemko Bukittinggi.
“Saat bersamaan kita sedang susun perencanaan pembangunan gedung kampus yang bertingkat yang lebih representatif dari yang ada sekarang dengan sampai 7 tingkat. Sesuai hasil diskusi dengan Dinas PU Pemko Bukittinggi,” ujarnya.
Ketua Yayasan UFDK juga menjelaskan bahwa, selain itu kita juga didukung dengan Akreditasi Perguruan Tinggi yang Baik Sekali bahkan ada yang Unggul, dan telah bekerja sama dgn Monash University dalam hal meningkatkan kualitas pembelajaran ala Australia.
“Lalu bagaimana dan mau kita apakan tanah SHM nomor 655 ini, ke depannya akan kita jadikan tempat mahasiswa beraktivitas di situ, yang tanpa membutuhkan IMB. Apakah akan kita bangun lapangan olahraga atau tempat bermain, atau lokasi penunjang kegiatan-kegiatan mahasiswa,” pungkasnya.
Tanggapan Yayasan UFDK Tentang SKK Kejaksaan
Menyinggung tentang agenda Kejaksaan menunggu Surat Kuasa Khusus (SKK) dari Pemerintah kota Bukittinggi, Ketua Yayasan UFDK berpendapat, bahwa itu hak-nya Kejaksaan sebagai kuasa hukum negara dalam bidang perdata.
“Yang jelas urusan perdata antara Pemko dengan UFDK sudah diputus bahwa dari 2 perikatan jual beli terhadap tanah SHM 655 yang syah itu adalah perikatan jual beli antara pihak syafri dengan UFDK. Sedangkan jual beli dengan Pemko dinyatakan sebagai pembeli yang beri’tikad tidak baik yang tidak perlu mendapat perlindungan secara hukum,” tegas Zainal.
Lanjut Zainal, itu amar putusan yang sudah memiliki hukum yang tetap dan sudah dieksekusi, maka masalah Pemko yang tidak bersedia menyerahkan sertipikat karena tidak mau mengikuti saran KPK.
“Bahwa pemko harus duduk bersama dengan yayasan, dengan mengundang Kejaksaan, KPK dan BPN maka untuk saat ini tidak kami hiraukan lagi, karena yang menjadi konsentrasi kami bagaimana memajukan UFDK, sekaligus memajukan pendidikan di kota Bukittinggi,” terang Zainal.
Yang mana kehadiran UFDK secara tidak disadari sudah berperan mencapai visi Pemerintah kota Bukittinggi antara lain, ambil bagian dalam kegiatan Pemko dalam bidang pendidikan dan bidang kesehatan.
“Terakhir kami juga telah membiayai 10 orang masyarakat yang tidak mampu untuk menjadi sarjana sesuai dengan misi Walikota Bukittinggi, satu keluarga satu sarjana. Maka dari itu kita berupaya melakukan pengembangan kampus keluar dari area yang sekarang,” tutup Zainal Abidin. (*)